Sabtu, 25 April 2015

[Anatomi] Hati: Menyesal? Gak ada gunanya.


Gigil bercampur peluh dingin seakan membanjiri tubuh kurus Andi malam itu.
"Itu bukan salahku. Kau saja yang datang tidak tepat pada waktunya. Sungguh ini bukan salahku." Erang Andi di sela-sela penyesalannya melihat darah yang mengalir di lantai kamar berkeramik vintage itu. Sungguh jika kita sebut itu bukan salahnya.
"Sungguh itu bukan salahku."

***
50 menit sebelum kantuk menghampiri.

"Andi, ide cerita untuk film yang deadlinenya besok udah kamu kumpulkan bukan?"
"Apa? Ide cerita? Apalagi sih ra?"
"Jadi kamu lupa? Semudah itu?"
"Apaan sih ra? Aku nggak tau kamu ngomong apaan. Ide cerita buat apa?"
"Film ndi. Ide cerita film kita untuk event itu. Kamu sendiri yang minta untuk memegang kendali ide cerita. Please ndi, jangan ngawur."
"Aku gak ngawur. Sumpah aku lupa. Jujur aku lupa. "
tut tut tut. Telepon itu bernada sendu pertanda berakhir dari telepon sebelah. Andi yang awalnya memang stress lantaran tugas Statistika yang tak kunjung selesai, ditambah dengan tugas rancangan bangunan yang deadlinenya 2 minggu lagi, dan sekarang, "Ide cerita film? Apalagi ini? Aah."

30 menit sebelum kantuk menghampiri.

"Ide cerita buat besok. Tugas statistika 5 hari lagi. Rancang bangunan 2 minggu lagi. Selesai."

20 menit sebelum kantuk menghampiri.

"Ide cerita. Ketik." Jemari Andi mulai mengetik satu persatu tombol huruf di keyboard menandakan otaknya mulai berjalan mengumpulkan aksara dan menyimpulnya menjadi satuan huruf dan kalimat. Sungguh itu bukan pekerjaan yang mudah ketika denting jam telah berderu menunjukkan pukul 12 malam.

5 menit sebelum kantuk menghampiri.

"Plot twistnya kurang. Evaluasi. Hapus. Edit."

Kantuk segera menghampiri tatkala pikirannya mulai ngawur akan beberapa tekanan tugas lainnya. 
***
"Andi, bangun. Sudah pagi. Nanti telat."
"Iya ma, hampir selesai ni. Bentar."
"Yaudah, sarapan di meja. Papa kamu udah duluan, kamu naik angkot saja. Uang belanja sekalian di meja."
"Iya maa."
***
"Andi, ide ceritanya udah rampung kan?"
"Ah buset. Ketinggalan ra."
"Ketinggalan atau kamu gak buat?"
"Sumpah ra, ketinggalan. Beneran. Aku gak bohong."
"Ah terserah." Gadis itu berlalu tanpa menghiraukan Andi yang tertekan karena gagal dalam membuat ide cerita. Mau apa lagi.
***
"Ah sudahlah jangan kamu sesali. Dia sudah pergi. Tak mungkin lagi kembali. Lekas kuburkan. Biar dia tenang."
"Tapi pa, aku."
"Menyesal? Gak ada gunanya ndi. Kate sudah berakhir. Mungkin cuma sampai disini. Sudahlah. Lekas kuburkan sebelum membusuk. Hari sudah berangsur malam. Gak baik."
Dengan terhuyung dipenuhi rasa penyesalan, Andi segera mengubur Kate. Kucing hitam yang sedari kecil ia rawat dengan sepenuh hati. "Andai saja kamu tidak menambah tekanan bagiku ra, mungkin kate masih hidup."

***
Menyesal? Gak ada gunanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar